Hepatitis A, Update Dari Klinis, Riset Dan Komunitas


Hepatitis A merupakan suatu penyakit self-limitting dengan kekebalan seumur hidup. Pada anak, infeksi VHA yang memberi gejala klinis (simtomatis) hanya 30% sedangkan 70% lainnya dalam bentuk sub-klinis (asimtomatis).

Bentuk klasik yang meliputi 80% penderita simtomatis, biasanya akut, sembuh dalam 8 minggu. Tetapi kadang dapat terjadi bentuk yang berbeda yakni protracted, relapsing, fulminant, cholestatic, autoimmune trigger, dan manifestasi ekstrahepatik seperti gagal ginjal akut, hemolisis yang sering terjadi pada penderita glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD), efusi pleural dan perikardial, gangguan nerologis, vaskulitis, arthritis, dimana gejala-gejala tersebut timbul oleh karena adanya imun-komplek yang beredar.

Perkembangan penelitian terakhir menyimpulkan adanya ikatan Ig A-VHA untuk memfasilitasi masuknya virus ke dalam hepatosit melalui reseptor asialoglikoprotein (AGPR). Mekanisme kerusakan sel hati pada infeksi bukan karena sifat sitopatik VHA tetapi oleh karena proses imuno-patogenik. Eliminasi virus dilakukan melalui sistem imun humoral dan seluler.

Hepatitis A tipe kolestatik atau cholangiolytic diperkenalkan pada tahun 1984, ditandai dengan adanya ikterus, panas, gatal, dan penurunan berat badan, karena adanya gangguan aliran empedu yang dapat berlangsung sampai dengan 3 bulan. Walaupun jarang terjadi (10% dari penderita simtomatis), tipe ini lebih sering ditemui pada penderita yang dirawat di rumah sakit dan bertambah seiring dengan meningkatnya umur. Penderita sickle cell anemia lebih sering mengalami VHA tipe kolestatik dibanding populasi umum. Pada pemeriksaan laboratorium, kadar aminotransferase dan alkaline phosphatase secara gradual menurun namun serum bilirubin tetap tinggi sehingga sering dikaburkan dengan obstruksi bilier ekstra hepatik atau kolestasis kronis. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan kolestasis centrilobular dengan sel-sel inflamasi pada daerah portal. Walaupun semua pasien mengalami resolusi namun untuk menghilangkan gejala klinis dapat diberi kortikosteroid selama 2 minggu tanpa adanya efek samping.

Seperti pada hepatitis B, D, E, maka hepatitis A juga dapat menyebabkan gagal hati. Gagal hati dalam terminologi terbaru dibagi dalam 3 kategori yaitu gagal hati fulminan apabila jarak antara timbulnya ikterus dengan gejala ensefalopati berkisar 0-2 minggu, gagal hati akut antara 0-8 minggu dan gagal hati sub-akut antara 9-26 minggu. Gagal hati akut adalah komplikasi penyakit liver akut yang ditandai dengan gejala ensefalopati meliputi penurunan kesadaran dan gangguan fungsi neuromuskuler disebabkan oleh penurunan drastis fungsi hati. Gejala klinis dan gambaran elektro ensefalografi (EEG) tidak spesifik menyerupai ensefalopati metabolik lainnya. Terjadi antara 0,05-0,035% penderita simtomatis VHA. Laporan dari CDC antara tahun 1985-1987 terdapat 50.000 laporan kasus hepatitis A dengan 381 kematian (1,3%). Pada epidemi di Shanghai, China Januari-Maret 1988 dilaporkan 292.301 dengan 32 kasus meninggal (0,01%). Secara klinis hepatitis fulminan ditandai dengan adanya peningkatan ikterus, pemanjangan waktu protrombin, ensefalopati dengan klasifikasi 4 tingkatan yaitu penurunan kesadaran, konfusi, mengantuk, dan agitasi, dengan peningkatan intensitas, somnolen dan diakhiri dengan koma. Perubahan biokimia yang ditemukan adalah peningkatan kadar glutamin pada cairan serebrospinal dan meningkta sesuai dengan gradasi ensefalopati. Selain itu didarah didapat peningkatan kadar katekolamin (dopamin, norepinefrin, epinefrin), derivat amin lainnya (serotonin, tiramin, histamin), dan asam amino seperti methionine, phenylalanine, tyrosine, tryptophan.

Beberapa kondisi yang harus diwaspadai apabila penderita hepatitis A mengalami pemanjangan waktu protrombin atau rasio < 40% normal yaitu kurang dari 15 tahun, panas > 38°C lebih dari 24 jam, perdarahan mukosa atau kulit, nyeri perut dan ascites, serum bilirubin > 9 mg/dL, anemia atau leukopenia, adanya penyakit hati kronis dan penyakit ginjal kronis.

Pengobatan meliputi pemberian cairan dan elektrolit intravena, oleh karena zat-zat nitrogenus yang berasal dari saluran cerna berperan penting sebagai salah satu penyebab ensefalopati maka pembersihan saluran cerna berguna untuk mengurangi produksi toksin dengan cara lavemen yang mengandung laktosa dan air (150 mL 50% dalam 500 mL air). Edema otak terjadi pada 50% kasus dapat diberikan bolus manitol 0,5 g/kg berat badan. Karbohidrat diberikan secara parenteral dengan cairan glukosa 20%. Pemberian asam amino yang diperkaya dengan rantai cabang tidak banyak memberikan keuntungan, human albumin dapat diberikan apabila terdapat hipoalbuminemi. Sering terjadi hipoglikemi oleh karena kadar insulin meningkat dalam darah maupun hiponatremi karena gangguan ekskresi air, juga hipokalemi karena muntah, pengeluaran lewat urin dan intake yang kurang. Apabila terjadi perdarahan pada mukosa baik dari lambung, nasofaring, paru, dan pada kulit dapat diberikan plasma segar beku, darah segar maupun trombosit. H2 reseptor bloker juga dapat diberikan. Sering terjadi bakteremia (12%-16%) sehingga memperberat ensefalopati maupun gagal ginjal dapat diberikan antibiotik spektrum luas secara intravena. Gagal ginjal dapat terjadi pada 50% kasus didahului perdarahan saluran cerna atau sepsis dengan 3 kategori yakni pre-renal karena dehidrasi, akut tubular nekrosis, dan gagal hati fungsional. Manajemen khusus untuk liver dapat diberikan sistem dukungan untuk mempertahankan fungsi fisiologi seperti hemodialisis, transfusi tukar, extracorporeal liver perfusion, dan charcoal hemoperfusion. Diharapkan dengan mengeluarkan toksin maka menormalkan fungsi otak dan terjadi regenerasi sel hati. Prognosis dari pasien dengan gagal hati akut kurang baik walaupun dengan peningkatan perawatan intensif, survival rate ensefalopati tingkat 2 sebesar 66%, tingkat 3 sebesar 42%, dan tingkat 4 sebesar 18%. Harapan terakhir pada transplantasi hati, namun terdapat beberapa kontraindikasi misalnya kerusakan nerologis yang ireversibel, sepsis yang tidak terkontrol, adanya keganasan. Parameter klinis untuk prediksi hasil kurang baik adalah pemanjangan waktu protrombin > 35 detik, umur dibawah 10 tahun atau lebih dari 40 tahun, bilirubin > 17 mg/dL, dan durasi antara timbulnya ikterus-mulai ensefalopati lebih dari 7 hari.

Dalam usaha pencegahan, The Advisory Committee on Immunisation Practices (ACIP) merekomendasi vaksinasi rutin bagi anak yang hidup dilingkungan dengan prevalensi VHA yang tinggi, sebab pentingnya kapasitas anak dalam penyebaran VHA, sehingga dapat mengurangi insidens hepatitis A. Di Jawa Timur pada tahun 1998 terjadi outbreak di daerah tingkat II Jombang, Lamongan, dan Bondowoso. Walau telah ada perbaikan kondisi higiene dan sanitasi tetapi masih saja dapat terjadi kejadian luar biasa atau outbreak yang besar dengan bermacam bentuk klinis yang berat dan dapat menyebabkan kematian. Vaksinasi rutin pada anak di daerah dengan prevalensi VHA yang tinggi terbukti efektif dalam mengatasi dan mencegah terjadinya outbreak sehingga akan memberi pengaruh bermakna pada insiden penyakit.
ReadmoreHepatitis A, Update Dari Klinis, Riset Dan Komunitas

TATALAKSANA AWAL MULTIPLE TRAUMA

TATALAKSANA AWAL MULTIPLE TRAUMA

Pendahuluan
Terapi untuk trauma yang serius membutuhkan pemeriksaan yang cepat, juga terapi awal yang dapat menyelamatkan jiwa. Tindakan ini dikenal sebagai Initial assessment dan meliputi :
  • Persiapan
  • Triage
  • Primary survey (ABCDE)
  • Resusitasi terhadap fungsi vital
  • Riwayat kejadian
  • Secondary survey (evaluasi dari kepala- ujung kaki)
  • Monitoring post resusitasi yang berkelanjutan
  • Reevaluasi
  • Perawatan definitive
Catatan :
  • Kedua pemeriksaan yaitu primary dan secondary survey harus diulang secara berkala untuk memastikan tidak adanya proses deteriorasi.
  • Pada bab ini tindakan yang dilakukan akan dipresentasikan secara longitudinal. Pada setting klinik yang sebenarnya, banyak aktivitas ini terjadi secara simultan.
  • Serangan jantung yang terjadi pre hospital bisaanya akan berakibat fatal apabila terjadi lebih dari 5 menit.

Persiapan Di Rumah sakit
Rencana tambahan bagi pasien trauma sangatlah penting. Tiap rumah sakit harus memiliki Protokol Trauma.

Triage
Merupakan kegiatan yang dilakukan pada setting prehospital, namun kadang-kadang dapat dilakukan pada ED, jika :
  • Fasilitas yang tidak mencukupi : pasien yang terlihat paling parah yang akan ditangani lebih dulu.
  • Jika fasilitas sangat mencukupi : pasien yang paling potensial untuk diselamatkan yang akan ditangani lebih dulu.

Primary Survey (ABCDE) dan Resusitasi
Selama dilakukannya Primary Survey, kondisi yang mengancam jiwa harus diidentifikasi dan ditangani secara simultan. Ingat bahwa tindakan lanjutan yang logis harus disesuaikan dengan prioritas yang didasari oleh pemeriksaan pasien secara keseluruhan.
Catatan : Prioritas penanganan pasien pediatri dasarnya sama dengan penanganan pada dewasa, walaupun kuantitas darah, cairan, dan obat-obatan mungkin berbeda. Lihat bab Trauma, Paediatric.


Pemeriksaan Jalan Nafas dengan kontrol Cervical Spine
  • Pemeriksaan : Jalan nafas dan cari adanya :
  1. Benda asing
  2. Fraktur mandibula/facial
  3. Fraktur trakeal/laryngeal
    • Pemeriksaan singkat Untuk mencari Obstruksi jalan nafas
  1. Stridor
  2. Retraksi
  3. Sianosis
    • Manajemen : Pertahankan jalan nafas yang paten
  1. Lakukan manuver ‘chin lift’ atau ‘jaw thrust’
  2. bersihkan jalan nafas dari benda asing
  3. Masukkan orofaringeal atau nasofaringeal airway
  4. Pertahankan definitive airway
    1. Intubasi orotracheal atau nasotrakeal
    2. Needle cricothyrotomy dengan jet insufflation pada jalan nafas
    3. Krikotirotomi dengan pembedahan

      • Perhatian
  1. asumsikan bahwa trauma cervical spine merupakan trauma multisistem, terutama dengan gangguan kesadaran atau trauma tumpul diatas clavicula.
  2. Tidak adanya defisit neurologik bukan berarti kita dapat mengeksklusi trauma pada servical spine.
  3. jangan lumpuhkan pasien sebelum memeriksa jalan nafas untuk mencari “difficult airway”
  4. Penyebab cardiac arrest/serangan jantung selama atau sesaat setelah intubasi endotrakeal :
    1. Oksigenasi yang inadekuat sebelum intubasi
    2. Intubasi esophageal
    3. Intubasi bronchial pada bagian mainstem atau cabang utamanya.
    4. Tekanan ventilasi yang berlebihan menyebabkan memperlambat venous return.
    5. Tekanan ventilasi yang berlebihan menyebabkan tension pneumothorax.
    6. Emboli udara
    7. Respon vasovagal
    8. Alkalosis respiratori yang berlebihan.

Bernafas (Ventilasi dan pathway oksigenasi jalan nafas sendiri, tidak akan mendukung ventilasi yang adekuat).
      • Pemeriksaan
  1. periksa bagian leher dan dada : pastikan immobilisasi leher dan kepala.
  2. Tentukan laju nafas dan dalamnya pernafasan.
  3. Inspeksi dan palpasi leher dan dada untuk mencari deviasi trakeal, gerakan dada yang unilateral atau bilateral, penggunaan otot aksesorius, dan adanya tanda-tanda injury.
  4. Auskultasi dada secara bilateral, basal dan apeknya.
  5. Jika terdapat suara yang berbeda antara kedua sisi dada, maka perkusi dada untuk mengetahui adanya ‘dullness’ atau ‘hiperresonan’ untuk menentukan adanya hemotorak atau pneumothorax secara berturut-turut:
    1. T
      Dapat mengganggu pernafasan secara akut
      ension pneumothorax
    2. Flail chest dengan kontusio pulmonal
    3. Pneumothorax terbuka
    4. Hemothorax massive

      • Penatalaksanaan
  1. Pasang pulse oksimetri pada pasien
  2. Berikan oksigen konsentrasi tinggi
Catatan : FiO2 > 0,85 tidak dapat dicapai dengan nasal prongs atau dengan face mask yang simple. Non-rebreather mask dengan reservoir diperlukan untuk mencapai FiO2 100%.
  1. Ventilasi dengan bag-valve mask
  2. Ringankan keadaan tension pneumothorax dengan memasukkan jarum ukuran besar secara cepat kedalam ICS 2 pada midklavikular line dari sisi paru yang terkena, kemudian diikuti dengan pemasangan chest tube pada ICS 5 anterior dari mid aksilari line.
  3. Tutup penumothorax yang terbuka dengan pelekat kassa steril, cukup besar untuk menutupi tepi luka, dan lekatkan pada tiga sisi untuk menciptakan efek flutter-valve. Kemudian masukkan chest tube pada sisi sisanya.
  4. pasang peralatan monitoring end tidal CO2 (jika tersedia) pada endotrakeal tube.

Perhatian
  1. Membedakan gangguan pernafasan dengan airway compromised mungkin akan sulit, karena jika gangguan pernafasan yang terjadi akibat pneumothorak atau tension pneumothorax namun disalahartikan sebagai suatu masalah jalan nafas sehingga jika pasien diintubasi, keadaan pasien akan semakin memburuk.
  2. Intubasi dan ventilasi dapat menyebabkan terjadinya pneumothoraks; sehingga CXR harus dilakukan segera setelah intubasi dan ventilasi.
  3. jangan paksa pasien untuk berbaring pada trolley terutama bila pasien lebih nyaman untuk bernafas pada posisi duduk.



Sirkulasi dengan Kontrol perdarahan
    • Hipotensi setelah terjadi injury harus dipertimbangkan sebagai akibat hipovolemik sampai terbukti tidak. Identifikasi sumber perdarahannya.
    • Pemeriksaan cepat dan akurat terhadap status hemodinamik sangat penting. Elemen yang penting a.l:
  1. Tingkat kesadaran : Penurunan tekanan perfusi serebral dapat terjadi akibat hipovolemi.
  2. Warna kulit : kulit kemerahan : jarang menandakan hipovolemia. wajah keabu-abuan/kelabu, kulit ektremitas putih menunjukkan hipovolemi; bisaanya mengindikasikan kehilangan volume darah setidaknya 30%.
  3. Nadi
  4. BP jika waktu mengijinkan
    1. jika nadi pada radialis teraba, BP >80mmHg
    2. Jika hanya ada di Carotid BP > 60 mmHg.
    3. Periksa kualitas nadi; penuh dan cepat
    4. Nadi irregular menandakan kemungkinan cardiac impairment
      • Penatalaksanaan
  1. tekan langsung daerah perdarahan eksternal
  2. pasang jalur IV dengan ukuran 14G atau 16G
  3. Darah untuk : GXM 4-6 unit darah, FBC, urea/elektrolit/kreatinin, profil koagulasi dan BGA jika diperlukan
Catatan : Jika darah gol. O negatif tidak tersedia, gunakan tipe darah yang spesifik
  1. berikan terapi cairan IV dengan kristaloid hangat (NS atau Hartmann’s) dan transfuse darah.
  2. pasang monitor EKG :
    1. Disrritmia, pertimbangkan tamponade jantung
    2. Pulseless electrical activity : pertimbangkan tamponade jantung, tension pneumothorax, hipovolemia
    3. Bradikardi, konduksi abberant, ventricular ektopik,: pertimbangkan hipoksia, hipoperfusi
  3. Pasang kateter urin dan NGT kecuali ada kontraindikasi.
Catatan : output urin adalah indicator sensitive untuk mengetahui status volume tubuh. Kateter urin merupakan kontra indikasi jika ada kecurigaan injury pada urethra, misal:
    1. darah pada meatus uretra
    2. Henatom skrotum
    3. Prostate tidak bisa dipalpasi
Gastric tube diindikasikan untuk mengurangi distensi lambung dan menurunkan resiko aspirasi. Darah pada cairan aspirasi lambung mungkin berarti :
  1. darah orofaring yang tertelan
  2. akibat tauma pemasangan NGT
  3. injury pada GIT bagian atas
Jika ada epistaksis atau serebrospinal fluid rhinorrhea yang mengindikasikan adanya fraktur cribriform plate, pasang NGT per oral daripada melalui nasal.
  1. cegah hipotermi

  • Perhatian:
  1. hipotensi persisten pada pasien trauma bisaanya terjadi karena hipovolemi akibat perdarahan yang terus-menerus.
  2. pada lansia, anak-anak, atlet, dan pasien lain dengan kondisi medis kronik, tidak adanya respon terhadap hilangnya volume merupakan keadaan yang bisa terjadi. Lansia mungkin tidak menunjukkan takikardi saat kehilangan darah, lebih parah lagi pada pasien pengguna beta blocker. Pasien anak yang resah akan sering menunjukkan tanda hipovolemi yang parah.
  3. coba jangan memasukkan emergency suclavian line pada sisi yang sehat dari pasien trauma dada. Jalur IV femoral dapat digunakan. Jika central line digunakan untuk resusitasi harus digunakan jarum ukuran besar (>8Fr)

Disabilitas (Evaluasi Neurologik)
Cek tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
  • Metode AVPUP
A Alert
V respon terhadap rangsang Vokal
P respon terhadap rangsang Pain
U Unresponsif
P ukuran dan reaksi Pupil
Catatan : GCS lebihdetil namun termasuk pada secondary survey; kecuali jika akan melakukan intubasi maka pemeriksaan GCS harus dilakukan lebih dulu.
    1. tentukan tingkat kesadaran dengan metode AVPUP
    2. Periksa pupil untuk ukurannya, equalitas dan reaksinya.
Perhatian
Jangan anggap AMS hanya terjadi akibat trauma kepala saja, pertimbangkan :
  1. Hipoksia
  2. Syok
  3. intoksikasi alcohol/obat
  4. hipoglikemi
  5. sebaliknya jangan anggap AMS terjadi akibat intoksikasi alkohol atau obat, dokter harus dapat mengeksklusi adanya cedera kepala.

Kontrol terhadap paparan/lingkungan
Lepas semua pakain pasien, cegah hipotermi dengan memakaikan selimut dan atau cairan IV yang hangat, berikan cahaya hangat.
  • Monitoring nadi, BP, pulse oksimetri, EKG, dan output urin terus-menerus.
  • Lakukan X ray
  1. Lateral cervical spine
  2. Dada AP
  3. Pelvis AP
Secodary Survey
    • Evaluasi keseluruhan termasuk tanda vital, BP, nadi, respirasi dan temperature
    • Dilakukan setelah primary survey, resusitasi, dan pemeriksaan ABC.
    • Dapat disingkat menjadi ‘tubes and fingers in every orifice’
    • Dimulai dengan anamnesa AMPLE :
A Alergi
M Medikasi yang dikonsumsi baru-baru ini
P Past illness (RPD)
L Last meal (makan terakhir)
E Event/environment yang terkait injury

Kepala dan Wajah
  • Pemeriksaan
  1. inspeksi adanya laserasi, kontusio dan trauma panas
  2. Palpasi adanya fraktur
  3. Evaluasi ulang pupil
  4. Fungsi nervus cranial
  5. Mata : perdarahan, penetrating injury, dislokasi lensapemakaian contact lenses
  6. Inspeksi telinga dan hidung untuk mencari CSF leakage
  7. Inspeksi mulut untuk mencari perdarahan dan CSF
    • Penatalaksanaan
  1. Pertahankan airway
  2. Kontrol perdarahan
  3. Hindari brain injury sekunder
  4. Lepaskan lensa kontak

Leher
    • Pemeriksaan
  1. Inspeksi : trauma tumpul dan tajam, deviasi trakea, penggunaan otot pernafasan tambahan
  2. Palpasi : nyeri tekan, deformitas, pembengkakan, emfisema subkutaneus, deviasi trakea
  3. Auskultasi : periksa ‘bruit’ pada arteri karotis
  4. X ray lateral, cross-tabel cervical spine
    • Penatalaksanaan
Pertahankan immobilisasi cervical spine in-line yang adekuat


Dada
  • Pemeriksaan
  1. Inspeksi : trauma tumpul dan tajam, penggunaan otot pernafasan tambahan, penyimpangan pernafasan bilateral.
  2. Auskultasi : nafas dan suara jantung
  3. Perkusi : ‘dull’ atau resonan
  4. Palpasi : trauma tumpul dan tajam, emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
    • Penatalaksanaan
  1. Pasang chest tube
  2. dekompresi menggunakan jarum venule 14G pada ICS 2
  3. tutup luka pada dada dengan benar
  4. Lakukan CXR
Catatan : tidak direkomendasikan untuk melakukan Perikardiocentesis. Torakotomi pada Emergency Room lebih diperlukan pada pasien tamponade jantung. Rata-rata keberhasilan pasien dengan luka penetrasi pada dada abdomen, serta pada pasien yang baru mengalami serangan jantung, juga pada pasien dengan trauma tumpul. Sehingga prosedur ini secara umum tidak diindikasikan pada trauma tumpul.

Abdomen
  • Pemeriksaan
  1. inspeksi : trauma tumpul dantajam
  2. Auskultasi : Bising usus
  3. Perkusi : nyeri tekan
  4. Palpasi
  5. X ray Pelvis
    • Penatalaksanaan
  1. Pemeriksaan klinis pada trauma multiple bisaanya sering menghasilkan pemeriksaan abdomen yang kurang terperinci. Sehingga diindikasikan pemeriksaan FAST (Focuses Assessment using Sonography in Trauma), CT scan abdomen atau peritoneal lavage. Lihat Bab Trauma, abdominal.
  2. Pindahkan pasien ke ruang operasi, jika diperlukan.

Pemeriksaan Perineal dan Rektum
    • Evaluasi
  1. Tonus sphincter ani
  2. Darah pada rectal
  3. Integritas dinding usus
  4. Posisi prostate
  5. Darah pada meatus urinary
  6. Hematoma scrotum
    • Pemeriksaan Perineal
  1. kontusio, hematom
  2. Laserasi
    • Pemeriksaan Vagina
  1. adanya perdarahan pada vaginma
  2. Laserasi vagina
    • Pemeriksaan Rektum
  1. Perdarahan rectum
  2. Tonus sphincter ani
  3. integritas dinding usus
  4. bony fragments
  5. Posisi prostate

Punggung
    • Logroll pasien untuk mengevaluasi :
  1. Deformitas tulang
  2. adanya trauma tajam atau tumpul

Ekstremitas
    • Pemeriksaan
  1. inspeksi : deformitas, perdarahan yang meluas
  2. Palpasi : nyeri tekan, krepitasi, pergerakan abnormal


    • Manajemen
  1. Splinting fraktur yang tepat
  2. hilangkan nyeri
  3. Imunisasi tetanus

Neurologik
    • Pemeriksaan : reevaluasi pupil dan tingkat kesadaran, skor GCS
  1. Evaluasi Sensorimotor
  2. Paralise
  3. Parese
    • Manajemen
Imobilisasi pasien secara adekuat

Perawatan Definitif/Pemindahan
  • Jika trauma pada pasien membutuhkan penanganan yang lengkap, pindahkan pasien secepatnya.


ReadmoreTATALAKSANA AWAL MULTIPLE TRAUMA

makalah CEDERA/LUKA

1.Cedera

Cedera atau luka adalah sesuatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh yang dikarenakan suatu paksaan atau tekanan fisik maupun kimiawi. Luka juga dapat merujuk pada luka batin atau perasaan.

Berbagai macam cedera

    * Luka bakar adalah cedera yang diakibatkan oleh sesuatu yang panas.
    * Patah tulang atau fraktur, cedera pada tulang.
    * Luka pada kulit yang dapat mengakibatkan pendarahan atau hanya lecet.
    * Memar adalah pendarahan di dalam tubuh, di kulit terlihat warna kebiruan.
    * Luka batin.
Luka fisik serius adalah luka pada tubuh (fisik) yang dapat berakibat kematian pada korban.
 
2. Hidung berdarah

Hidung berdarah (Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis) atau mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung.

Ada dua tipe pendarahan pada hidung:

    * Tipe anterior (bagian depan). Merupakan tipe yang biasa terjadi.
    * Tipe posterior (bagian belakang).

Dalam kasus tertentu, darah dapat berasal dari sinus dan mata. Selain itu pendarahan yang terjadi dapat masuk ke saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan muntah.

Penyebab
Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu :

   1. Lokal
   2. Sistemik

Lokal

Penyebab lokal terutama trauma, sering karena kecelakaan lalulintas, olah raga, (seperti karena pukulan pada hidung)yang disertai patah tulang hidung(seperti pada gambar di halaman ini),mengorek hidung yang terlalu keras sehingga luka pada mukosa hidung, adanya tumor di hidung, ada benda asing (sesuatu yang masuk ke hidung) biasanya pada anak-anak, atau lintah yang masuk ke hidung, dan infeksi atau peradangan hidung dan sinus (rinitis dan sinusitis)

Sistemik

Penyebab sistemik artinya penyakit yang tidak hanya terbatas pada hidung, yang sering meyebabkan mimisan adalah hipertensi, infeksi sistemik seperti penyakit demam berdarah, demam kuning, atau cikunguya, kelainan darah seperti hemofilia, autoimun trombositipenic purpura, dan leukemia.

Patofisiologi

Semua pendarahan hidung disebabkan lepasnya lapisan mukosa hidung yang mengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan disertai luka pada pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan.

Perawatan

Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk)untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.

Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.

Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari.

Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.

Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui hidung dan sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang efektif. Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah) adalah solusi satu-satunya.
Pendarahan hidung dalam cerita fiksi

Pada anime dan manga Jepang, biasanya ditemukan adegan karakter mengalami pendarahan hidung, kadang-kadang disajikan dengan gaya ekstrim karena terangsang secara seksual. Ini adalah hal yang jarang terjadi di dunia nyata. Adegan ini didasarkan kisah masyarakat Jepang bahwa rangsangan seksual dapat menyebabkan hidung berdarah.

3. Luka gigitan


Luka gigitan adalah cedera yang disebabkan oleh mulut dan gigi hewan atau manusia. Hewan mungkin menggigit untuk mempertahankan dirinya, dan pada kesempatan khusus untuk mencari makanan. Pada manusia yang menggigit dan menyebabkan luka dapat disebabkan faktor kejiwaan atau emosi. Beberapa kelainan seperti sindrom Lesch-Nyhan menyebabkan manusia menggigit dirinya sendiri.

Luka gigitan penting untuk diperhatikan dalam dunia kedokteran. Luka ini dapat menyebabkan:

    * Kerusakan jaringan secara umum
    * Pendarahan serius bila pembuluh darah besar terluka
    * Infeksi oleh bakteri atau patogen lainnya, seperti rabies
    * Dapat mengandung racun seperti pada gigitan ular
    * Awal dari peradangan dan gatal-gatal
Contoh

    * Gigitan pinjal yang mengakibatkan tersebarnya penyakit parasit seperti yang disebabkan oleh Hymenolepis nana.
    * Gigitan nyamuk yang dapat menularkan malaria.
    * Gigitan hewan yang dapat menyebabkan rabies.

Pengobatan

Luka gigitan sederhana dibersihkan, sebaiknya dengan sabun povidin-yodium dan air, kemudian diperban. Gigitan hewan seperti ular, laba-laba, memiliki cara penanganan masing-masing.

4.Memar

Memar, lebam, (bahasa Inggris: bruise, contusion) adalah suatu jenis cedera pada jaringan tubuh, yang menyebabkan aliran darah dari sistem kardiovaskular mengendap pada jaringan sekitarnya, disebut hematoma, dan tidak disertai robeknya lapisan kulit. Memar ditimbulkan oleh trauma seperti tumbukan benda tumpul dan menimbulkan rasa sakit walaupun pada umumnya tidak berbahaya. Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalami fagositosis dan didaurulang oleh makrofaga. Warna biru atau ungu yang terdapat pada memar merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna kecoklatan.
Readmoremakalah CEDERA/LUKA

MAKALAH BEDAH PLASTIK

Bedah plastik
  
Bedah plastik adalah suatu cabang ilmu kedokteran  yang bertujuan untuk merekonstruksi atau memperbaiki bagian tubuh manusia melalui operasi kedokteran. Berasal dari kata bahasa Yunani platikos yang berarti "membentuk", asal kata bedah jenis ini sebenarnya tidak diturunkan bahan plastik. Jenis bedah plastik secara umum dibagi dua jenis: pembedahan untuk rekonstruksi dan pembedahan untuk kosmetik. Saat ini terdapat 7 peminatan klinis di bidang bedah plastik, Yakni : Bedah Kraniofasial, Bedah Mikro, Bedah Tangan, Luka Bakar, Rekonstruksi Pascaablasi Tumor, Bedah Genitalia Eksterna dan Bedah Estetika.

    Bedah Plastik di Indonesia dirintis oleh Prof. Moenadjat Wiratmadja. Setelah lulus sebagai spesialis bedah dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1958, beliau melanjutkan pendidikan bedah plastik di Washington University / Barnes Hospital di Amerika Serikat hingga tahun 1959. Sepulang dari luar negeri, beliau mulai mengkhususkan diri dalam memberikan pelayanan pada umum dan pendidikan bedah plastik pada mahasiswa dan asisten bedah di FKUI/RSCM. Pada tahun 1979 beliau dikukuhkan sebagai profesor dalam ilmu kedokteran di FKUI. Profesor Moenadjat Wiratmadja wafat pada tahun 1980.

BEDAH PLASTIK

    Kata PLASTIK pada “bedah plastik” berasal dari kata bahasa Latin, PLASTICOS, yang artinya “to mold” atau “untuk membentuk”. Jadi, bedah plastik merupakan ranah disiplin kedokteran bedah yang memanfaatkan potensi sifat-sifat fleksibilitas jaringan (1) untuk tujuan perbaikan kecacatan fisik dan fungsi anggota tubuh, ATAU (2) untuk tujuan penyempurnaan (harmonisasi) bentuk anggota tubuh yang secara fisik normal dan sehat menjadi lebih indah.

    Mengulas secara umum, bahwa disiplin ilmu bedah biasanya terkait dengan sistem organ yang menjadi fokus penanganan, semisal bedah saluran cerna (digestive surgery), bedah saluran kemih (urology), bedah tumor (oncology surgery), bedah tulang (orthopaedic surgery), bedah jantung (cardiac surgery), dan bedah saraf (neurosurgery). Hal ini seringkali menimbulkan tanda tanya di dalam benak khalayak awam untuk memahami sejauh mana bidang medis yang diliputi disiplin ilmu bedah plastik.

    Seringkali bedah plastik salah dikaitkan dengan bedah kulit, padahal ruang lingkup bedah plastik jauh lebih luas daripada sekedar pembedahan kulit belaka. Sangat berbeda dengan pengelompokan disiplin ilmu bedah lain yang spesifik mengacu kepada organ-organ yang dilakukan intervensi pembedahan, maka seluruh sistem organ manusia dari ujung rambut kepala sampai ujung jari kaki dapat dicakup pada disiplin ilmu bedah plastik, sejauh terpenuhi salah satu dari kedua tujuan yang dijelaskan di awal.

    Atas dasar kedua tujuan tersebut, dikenal 2 klasifikasi besar dari ilmu bedah plastik, yaitu ILMU BEDAH PLASTIK REKONSTRUKTIF yang memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilan bedah untuk memperbaiki kecacatan fisik dan fungsi anggota tubuh, serta ILMU BEDAH PLASTIK ESTETIK yang memanfaatkan pengetahuan dan ketrampilan bedah untuk menyempurnakan bentuk anggota tubuh.

    Dari ilmu bedah rekonstruktif mulai berkembang peminatan-peminatan khusus seperti ilmu bedah rekonstruksi luka bakar (burn surgery), ilmu bedah rekonstruksi kecacatan kepala dan rahang (craniofacial surgery), ilmu bedah rekonstruksi tangan (hand surgery), ilmu bedah rekonstruksi kelamin luar (genital surgery), serta ilmu bedah rekonstruksi mikroskopik (microsurgery). Dari uraian di atas, dapat ada gambaran jelas contoh-contoh kasus kecacatan fisik yang layak mendapat bantuan penanganan bedah plastik, antara lain: kasus-kasus korban luka bakar dan luka trauma panas, anak-anak bibir sumbing, kelainan bentuk dan jumlah jari-jemari, dan lain sebagainya.

Prosedur Bedah Estetik

    Sudah naluriah bahwa kebanyakan wanita ingin tampil cantik. Dari berbagai alasan yang dikemukaan, kebanyakan dari wanita mengutarakan bahwa dengan tampil cantik mereka merasa memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi saat bergaul dan bersosialisasi.

    Secara tradisional, konsep cantik awalnya dinilai dari kecantikan fisik (outer beauty). Meskipun ada pergeseran paradigma –seiring revolusi kebudayaan, transformasi pola pikir dan perkembangan emansipasi wanita– di mana wanita semakin lantang mengusung konsep cantik sejati terpancar dari dalam (inner beauty), biar bagaimana pun kecantikan fisik tetap menjadi tuntutan untuk menunjang kesempurnaan jati diri wanita.

    Seringkali seseorang merasa kurang puas dengan bentuk tubuh atau penampilan fisiknya, dan rasa ketidakpuasan ini menjadi masalah yang membuatnya mencari pertolongan dokter. Ada beragam cara untuk menyempurnakan bentuk tubuh atau penampilan fisik seseorang; ragam cara inilah yang lazim disebut sebagai tindakan dan/atau prosedur estetik. Prosedur estetik sendiri secara garis besar terbagi 2: prosedur bedah estetik (dengan pembedahan) serta prosedur medis estetik (tanpa pembedahan).

    Prosedur medis estetik misalnya pengelupasan kulit dengan obat (peeling), penghalusan kulit dengan pengikisan (dermabrasion), atau injeksi pencerahan kulit. Sementara prosedur bedah estetik adalah tindakan pembedahan untuk mengubah bentuk dan kontur anatomi organ tubuh tertentu agar tampak lebih harmonis dengan profil seseorang secara keseluruhan. Bagian tubuh yang tersering dilakukan operasi adalah wajah, payudara dan perut.
ReadmoreMAKALAH BEDAH PLASTIK

makalah antropologi



Antropologi
Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.
Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.

Pengertian

Antropologi berasal dari kata Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal.

Definisi Antropologi menurut para ahli

  • William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
  • David Hunter:Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
  • Koentjaraningrat: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Dengan, demikain antropologi merupakan hal yang mempelajari seluk-beluk yang terjadi dalam kehidupan manusia.Dapat dilihat dari perkembang pada masa saat ini, yang merupakan salah dari fenomena- fenomena yang terjadi ditengah- tengah masyarakat sekarang ini.

Sejarah

Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-tahapan dalam perkembangannya.
Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:

Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)

Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.

Fase Kedua (tahun 1800-an)

Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

Fase Ketiga (awal abad ke-20)

Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.

Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)

Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.
Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.
Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.

Antropologi psikologis

Antropologi psikologis adalah cabang dari antropologi yang bersifat interdisipliner dan mengkaji interaksi kebudayaan dan proses mental. Cabang ini terutama memperhatikan cara perkembangan manusia dan enkulturasi dalam kelompok budaya tertentu-dengan sejarah, bahasa, praktek, dan kategori konseptualnya sendiri-membentuk proses perolehan kognisi, emosi, persepsi, motivasi, dan kesehatan mental. Juga memeriksa tentang bagaimana pemahaman kognisi, emosi, motivasi, dan proses psikologis sejenis membentuk model proses budaya dan sosial. Setiap aliran dalam antropologi psikologis memiliki pendekatannya sendiri-sendiri.
Beberapa aliran dalam antropologi psikologis:
  1. Antropologi psikoanalitis
  2. Kebudayaan dan Kepribadian
  3. Etnopsikologi
  4. Antropologi kognitif
  5. Antropologi psikiatris

Antropologi filosofis

Antropologi filosofis adalah disiplin ilmu yang berurusan dengan pertanyaan metafisika dan fenomenologiindividu manusia dan hubungan interpersonal.
Max Scheler, seorang fenomenolog Jerman, dikenal akan ilmu antropologi filosofisnya yang tinggi. Tokoh antropologi filosofis penting lainnya adalah Søren Kierkegaard, Rene Girard, Alasdair MacIntyre, John Dewey, Ernst Cassirer, Helmuth Plessner, Arnold Gehlen, Paul Häberlin, Jean-Paul Sartre, Maurice Merleau-Ponty, Pierre Bourdieu, Friedrich Nietzsche, Martin Heidegger, Jacques Derrida, Hans-Georg Gadamer, Paul Ricoeur, Martin Buber, Eric Voegelin, Hans Jonas, Hans-Eduard Hengstenberg, dan Karol Wojtyla.

Bidang
Antropologi biologi
Antropologi budaya
Antropologi linguistik
Antropologi sosial
Arkeologi
Metode dan kerangka kerja
Antropologi terapan
Etnografi
Peserta pengamatan
Metode kualitatif
Relativisme budaya
Konsep utama
Budaya · Masyarakat
Prasejarah · Evolusi
Kekerabatan dan keturunan
Perkawinan · Keluarga
Budaya materi
Ras · Etnis
Jenis kelamin · Sosialisasi
Kolonialisme
Pascakolonialisme
Bidang dan sub bidang
Antropologi agama
Antropologi Sosial
Antropologi kebudayaan
Sosiologi
Antropologi ekologi
Antropologi ekonomi
Etnologi
Forensic Anthropology
Antropologi media
Antropologi kedokteran
Antropologi perkotaan
Antropologi visual

Readmoremakalah antropologi

Makalah Pengobatan tradisional Tionghoa




Makalah Pengobatan tradisional Tionghoa
Pengobatan tradisional Tionghoa (Hanzi:中醫學) adalah praktek pengobatan tradisional yang dilakukan di Cina dan telah berkembang selama beberapa ribu tahun. Praktek pengobatan termasuk pengobatan herbal, akupunktur, dan pijat Tui Na. Pengobatan ini digolongkan dalam kedokteran Timur, yang mana termasuk pengobatan tradisional Asia Timur lainnya seperti Kampo (Jepang) dan Korea.
Pengobatan Tradisional Tionghoa percaya bahwa segala proses dalam tubuh manusia berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan. Oleh karena itu, penyakit disebabkan oleh ketidakharmonisan antara lingkungan di dalam dan di luar tubuh seseorang. Gejala ketidakseimbangan ini digunakan dalam pemahaman, pengobatan, dan pencegahan penyakit.
Teori yang digunakan dalam pengobatan didasarkan pada beberapa acuan filsafat termasuk teori Yin-yang, lima unsur (Wu-xing), sistem meridian tubuh manusia (Jing-luo), teori organ Zang Fu, dan lainnya. Diagnosis dan perawatan dirujuk pada konsep tersebut. Pengobatan tradisional Cina tidak jarang berselisih dengan kedokteran Barat, namun beberapa praktisi mengombinasikannya dengan prinsip kedokteran berdasarkan pembuktian.

Daftar isi

1.     Sejarah

Sebagian besar filosofi pengobatan tradisional Cina berasal dari filsafat Taois dan mencerminkan kepercayaan purba Cina yang menyatakan pengalaman pribadi seseorang memperlihatkan prinsip kausatif di lingkungan. Prinsip kausatif ini berhubungan dengan takdir dari surga.
Selama masa kejayaan Kekaisaran Kuning pada 2696 sampai 2598 SM, dihasilkan karya yang terkenal yakni Neijing Suwen (內經 素問) atau Pertanyaan Dasar mengenai Pengobatan Penyakit Dalam, yang dikenal juga sebagai Huangdi Neijing.
Ketika masa dinasti Han, Chang Chung-Ching, seorang walikota Chang-sa, pada akhir abad ke-2 Masehi, menulis sebuah karya Risalat Demam Tifoid, yang mengandung referensi pada Neijing Suwen. Ini adalah referensi ke Neijing Suwen terlama yang pernah diketahui.
Pada masa dinasti Chin, seorang tabib akupunktur, Huang-fu Mi (215-282 Masehi), juga mengutip karya Kaisar Kuning itu pada karyanya Chia I Ching. Wang Ping, pada masa dinasti Tang, mengatakan bahwaia memiliki kopi asli Neijing Suwen yang telah ia sunting.
Bagaimanapun, pengobatan klasik Tionghoa berbeda dengan pengobatan tradisional Tionghoa. Pemerintah nasionalis, pada masanya, menolak dan mencabut perlindungan hukum pada pengobatan klasiknya karena mereka tidak menginginkan Cina tertinggal dalam hal perkembangan ilmu pengetahuan yang ilmiah. Selama 30 tahun, pengobatan klasik dilarang di Cina dan beberapa orang dituntut oleh pemerintah karena melakukan pengobatan klasik. Pada tahun 1960-an, Mao Zedong pada akhirnya memutuskan bahwa pemerintah tidak dapat melarang pengobatan klasik. Ia memerintahkan 10 dokter terbaik untuk menyelidiki pengobatan klasik serta membuat sebuah bentuk standar aplikasi dari pengibatan klasik tersebut. Standarisasi itu menghasilkan pengibatan tradisional Tionghoa.
Kini, pengobatan tradisional Tionghoa diajarkan hampir di semua sekolah kedokteran di Cina, sebagian besar Asia, dan Amerika Utara.
Walauapun kedokteran dan kebudayaan Barat telah menyentuh Cina, pengobatan tradisional belum dpata tergantikan. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor sosiologis dan antropologis. Pengobatan tradisional dipercaya sangat efektif, dan kadang-kadang dapat berfungsi sebagai obat paliatif ketik kedokteran Barat tidak mampu menangani lagi, seperti pengobatan rutin pada kasus flu dan alergi, serta menangani pencegahan keracunan.
Cina sangat dipengaruhi oleh marxisme. Pada sisi lain, dugaan supranatural bertentantangan pada kepercayaan Marxis, materialisme dialektikal. Cina modern membawa pengobatan tradisional Cina ke sisi ilmiah dan teknologi serta meninggalkan sisi kosmologisnya.

2.     Praktek pengobatan

Pada dunia Barat, pengobatan tradisional Tionghoa dianggap sebagai pengobatan alternatif. Bagaimanapun, di Republik Rakyat Cina dan Taiwan, hal ini menjadi bagian tak terpisahkan dengan sistem kesehatan.
Pengobatan tradisional merupakan bentuk intervensi terapi yang tidak invasif, berakar dari kepercayaan kuno, termasuk di dalamnya konsep kepercayaan kuno. Pada abd ke-19, para praktisi pengobatan tradisional ini masih memiliki pengetahuan yang terbatas mengenai penyakit infeksi, dan pemahaman ilmu kedokteran Barat seperti biokimia. Mereka menggunakan teori-teori yang telah berumur ribuan tahun yang didasarkan pengalaman dan pengamatan serta sebuah sistem prosedur yang menjadi dasar pengobatan dan diagnosis.
Tidak seperti beberapa bentuk pengobatan tradisional yang telah punah, pengobatan tradisional Tionghoa kini menjadi bagian dari pengobatan modern dan bagian sistem kesehatan di Cina. Dalam beberapa dekade belakangan ini, banyak ahli kedokteran Barat yang juga meneliti kebenaran pengobatan tradisional Tionghoa ini.
Pengobatan tradisional Cina sering diterapkan dalam membantu penanganan efek samping kemoterapi, membantu perawatan keteragantungan obat terlarangan, dan merawat berbagai kondisi kronis yang oleh pengobatan konvensional dianggap mustahil untuk disembuhkan.

3.     Diagnosis

Terdapat empat macam metoe diagnosis pada pengobatan tradisional Tionghoa: mengamati ( wàng), mendengar dan menghidu ( wén), menanyakan riwayat ( wèn), dan menyentuh ( qiè).The pulse-reading component of the touching examination is so important that Chinese patients may refer to going to the doctor as "Going to have my pulse felt"

a.     Teknik diagnosis

  • Palpasi atau merasakan denyut nadi arteri rasialis pasien pada enam posisi
  • Mengamati keadaan lidah pasien
  • Mengamati wajah pasien
  • Menyentuh tubuh pasien, terutama bagian abdomen
  • Mengamati suara pasien
  • Mengamati permukaan telinga
  • Mengamati pembuluh darah halus pada jalur telunjuk kanak-kanak
  • Membandingkan kehangatan relatif atau suhu pada beberapa bagian tubuh
  • Mengamati bau badan pasien
  • Menanyakan efek permasalahannya
  • Pemeriksaan lain tanpa alat dan melukai pasien

b.     Teknik perawatan

Dalam sejarahnya, terdapat delapan cara pengobatan:
  1. Tui na (推拿) - terapi pijat
  2. Akupunktur (針灸)
  3. Obat herbal Tionghoa()
  4. Terapi makanan Tionghoa ( )
  5. Qigong (氣功) dan latihan meditas - pernapasan lainnya
  6. T'ai Chi Ch'uan (太極拳) dan seni bela diri Tionghoa lainnya
  7. Feng shui ()
  8. Astrologi Tionghoa

4.     Referensi

  1. ^ Maciocia, Giovanni (1989). The Foundations of Chinese Medicine. Churchill Livingstone. 
  2. ^ Kaptchuk, Ted (2000). Chinese Medicine: The Web That Has No Weaver (edisi ke-2nd). 
  • Chang, Stephen T. The Great Tao; Tao Longevity; ISBN 0-942196-01-5 Stephen T. Chang
  • Kaptchuck, Ted J., The Web That Has No Weaver; Congdon & Weed; ISBN 0-8092-2933-1Z
  • Jin, Guanyuan, Xiang, Jia-Jia and Jin, Lei: Clinical Reflexology of Acupuncture and Moxibustion; Beijing Science and Technology Press, Beijing, 2004. ISBN 7-5304-2862-4
  • Maciocia, Giovanni, The Foundations of Chinese Medicine: A Comprehensive Text for Acupuncturists and Herbalists; Churchill Livingstone; ISBN 0-443-03980-1
  • Ni, Mao-Shing, The Yellow Emperor's Classic of Medicine : A New Translation of the Neijing Suwen with Commentary; Shambhala, 1995; ISBN 1-57062-080-6
  • Holland, Alex Voices of Qi: An Introductory Guide to Traditional Chinese Medicine; North Atlantic Books, 2000; ISBN 1-55643-326-3
  • Unschuld, Paul U., Medicine in China: A History of Ideas; University of California Press, 1985; ISBN 0-520-05023-1
  • Qu, Jiecheng, When Chinese Medicine Meets Western Medicine - History and Ideas (in Chinese); Joint Publishing (H.K.), 2004; ISBN 962-04-2336-4
  • Chan, T.Y. (2002). Incidence of herb-induced aconitine poisoning in Hong Kong: impact of publicity measures to promote awareness among the herbalists and the public. Drug Saf. 25:823–828.
  • Benowitz, Neal L. (2000) Review of adverse reaction reports involving ephedrine-containing herbal products. Submitted to U.S. Food and Drug Administration. Jan. 17.
  • Porkert, Manfred The Theoretical Foundations of Chinese Medicine MIT Press, 1974 ISBN 0-262-16058-7
  • Hongyi, L., Hua, T., Jiming, H., Lianxin, C., Nai, L., Weiya, X., Wentao, M. (2003) Perivascular Space: Possible anatomical substrate for the meridian. Journal of Complimentary and Alternative Medicine. 9:6 (2003) pp851-859

ReadmoreMakalah Pengobatan tradisional Tionghoa